Rabu, 21 Juni 2017

Prof Sayyidi Syekh Kadirun Yahya Guru Besar Pemimpin Para Sufi

Prof Sayyidi Syekh Kadirun Yahya Guru Besar Pemimpin Para Sufi

Bagi pengikut Tarekat Naqsya bandiyah terutama dari Syekh Mursyid Kadirun Yahya, sosok Syekh Kadirun Yahya yang juga dikenal sebagai guru besar ini merupakan anutan. Prof Sayyidi Syekh Kadirun Yahya merupakan keturunan dari seorang syekh di Tarekat Naqsyabandiyah.
Sang nenek, baik dari pihak ayah maupun ibunya, dikenal memiliki garis keturunan Syekh Tarekat, yakni Syekh Yahya dan Syekh Abdul Manan.
Di bawah kepemimpinan sosok kelahiran Pangkalan Berandan, Sumatra Utara pada 20 Juni 1917 ini, Tarekat Naqsyabandiyah berkembang pesat di dalam dan di luar negeri. Setidaknya lebih dari 700 tempat ibadah dan halakah telah didirikan.
Dan hampir tiap tahun kegiatan suluk rutin dilakukan sebanyak 10 kali di berbagai tempat.

Menurut Martin Van Brueinessen dalam Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, persinggungan Syekh Kadirun dengan dunia tarekat dimulai sejak masih kecil. Dia dibesarkan dalam keluarga yang Islami dan sangat kental kehidupan keagamaan.
Keluarga besarnya yang bergaris keturunan sebagai syekh tarekat, ramai dikunjungi para guru dan pimpinan sufi ketika itu.
Meski terlahir dari keluarga besar yang religius, putra dari pasangan Sutan Sori Alam Harahap dan Siti Dour Siregar ini, tetap mendapatkan pendidikan formal dan belajar ilmu-ilmu umum. Pada 1924, dia belajar di sekolah dasar Belanda Hollandsch-Inlandsche School (HIS) hing ga selesai pada 1931.

Setelah selesai di sekolah dasar Belanda, Kadirun Yahya berangkat ke Pulau Jawa dan melanjutkan jenjang pendidikan Belandanya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) setingkat menengah pertama hingga 1935. Usai menamatkan MULO, Kadirun Yahya konsisten melanjut kanke sekolah menengah atas Algemeene Middelbare School (AMS) di Yogyakarta dan menamatkannya pada 1938.

Selama di Yogyakarta, ia pernah mendapatkan kepercayaan tinggal bersama keluarga pendeta Belanda sampai dipercaya menjadi asisten. Malahan, sewaktu sang pendeta berhalangan, Syekh Kadi run diminta menjadi penceramah peng ganti untuk berbicara perihal aliran ke percayaan, metafisika, dan ilmu gaib yang memang tengah populer pada 1930- an. Jenjang pendidikannya tak terhenti di tingkat menengah, dia memutuskan hijrah ke Belanda hingga 1942, lantas kembali ke Sumatra Utara.

Mendalami tarekat
 Ia mulai memperdalam tarekat sejak 1943-1946, melalui seorang guru dari Syekh Syahbuddin Aek Libung, Tapanuli Selatan.
Pada masa penjajahan Jepang, ia terus belajar dan mendekatkan dirinya dengan tarekat. Pada 1947, Syekh Muhammad Hasyim membolehkan Kadirun Yahya ikut serta dalam zikir di rumah murid Syekh Muhammad Hasyim Buayan. Bahkan memimpin suluk dalam zikir tersebut.

Kadirun Yahya memiliki kedekatan hubungan dengan sang guru. Selama sang guru masih hidup, setiap pekan dia mengunjunginya, hingga gurunya itu wafat. Sang guru memberikan pujian kepada Kadirun Yahya karena memiliki kualitas ketakwaan, kepribadian, dan kemampuan melaksanakan suluk sesuai dengan ketentuan akidah dan syariat Islam.

Ini menyiratkan bahwa ketinggian ilmu agama yang dimiliki Kadirun Yah ya, hingga ketika akhirnya ia diangkat oleh Syekh Hasyim menjadi pemimpin Naqsabandiyah pada 1950. Sejak saat itu, gelar Syekh telah tersematkan di dirinya.

Menjelang Syekh Hasyim wafat pada 1954, ia secara diam-diam menurunkan dan mewariskan segala ilmunya kepada Syeikh Kadirun Yahya.
Akademisi Selain perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah yang cukup pesat pada saat kepemimpinannya, ia juga tetap memiliki perhatian dalam dunia pendidikan. Dia meraih gelar doktor dalam ilmu filsafat kerohanian pada 1968. Di bidang yang sama, ia juga meraih gelar profesornya.
Syekh Kadirun Yahya juga aktif mendirikan berbagai lembaga pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak hingga setingkat perguruan tinggi atau universitas.

Salah satu perguruan tinggi yang ia dirikan adalah Universitas Panca Budi di Medan.
Kemampuannya memimpin tarekat dan jenjang pendidikan yang ia miliki, membuat Kadirun Yahya menjadi sosok profesor yang juga seorang Syekh Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah yang mempunyai banyak murid di beberapa wilayah nusantara.
Pada 9 Mei 2001, sosok pemimpin tarekat ini pun wafat, dengan meninggalkan duka bagi para muridnya. Prof Sayyidi Syekh Kadirun Yahya dimakamkan di Surau Qutubul Amin Arco, Kabupaten Bogor.  

Anugerah Berupa Karomah

Masih mengutip Martin, beberapa kisah karomah Syekh Kadirun ba nyak dinukilkan oleh pa ra muridnya. Karomah-karomah tersebut tak terlepas dari mukjizat dan ke dahsyatan yang tersembunyi di balik kalam Ilahi. Dalam pandangan Syekh Kadirun, ayat-ayat Allah SWT tersebut mengandung tenaga tak terhingga, tenaga nuklir pun belum apa-apa dibandingkan dengan tenaga Ilahi ini.

Kebesaran dari kalimat-kalimat Allah itu, untuk menyambut dan menghancurkan sekaligus ancaman-ancaman bahaya maut bagi umat manusia. Menurutnya, jika bukit-bukit dapat dilebur oleh surah al-Hasyr 21, bukit dibelah-belah dengan surah ar-Ra'du 31, pasti apa saja bisa dilebur oleh firman-firman Allah.

Saat ini, ungkap Syekh Kadirun, ke dah syatan itu bisa disampaikan oleh para wali dan mereka yang dekat dengan Tuhannya. "Dengan suatu kiasan fisika lainnya, tenaga Allah adalah ibarat listrik dan wasilah, penghantar atau saluran manusia dan Allah melalui mursyid dan silsilahnya, serupa kawat listrik," tuturnya.

Pernah Syekh Kadirun diminta bantuan oleh Datuk Hamzah Abu Sammah untuk mengatasi pemberontakan Komunis di Malaysia pada 1982. Berbekal batu yang sudah dibacakan asma-asma Allah, batu- batu tersebut dilemparkan dari helikopter di markas-markas pemberontak. Mereka kalang-kabut hingga akhirnya takluk dan menyerah. 


Repost : republika.co.id  

Minggu, 05 Oktober 2014

Foto dari TEMPO

bersama mahasiswa dan pasiennya, Medan, 1991
Medan, 1991
Medan, 1991

Baitul Amin, Sawangan Bogor, 11 April 1993

bersama Sudirman (ayah Basofi Sudirman), Jakarta, 1993
bersama H. Probosutejo, Munas V Golkar, Jakarta, 1993
acara Gelar Cipta Karya, Munas V Golkar, Jakarta, 1993

Jumat, 26 September 2014

Seminar Internasional Teknologi Alquran UNPAB Medan 19-20 Juni 1986

Sambutan YML. Ayahanda Guru pada Seminar Internasional Teknologi Alquran, Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan 19-20 Juni 1986 dapat dilihat secara online di situs issuu.com pada link ini

Senin, 22 September 2014

Pantun Hakekat Maulana Saidi Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi Q.S

(Maulana Lahir Tahun 1863 di Padang, merupakan seorang Wali Qutub yang membawa Thareqat Naqsyabandi dari Jabbal Qubais Mekkah, berpulang kerahmatullah pada hari rabu, tgl 07 April 1954 jam 13.05 siang dalam usia 87 tahun, dan dimakamkan di Buayan Lubuk Alung Sumatra barat)

Mengenai peramalan dari Dzikrullah menurut Beliau harus diamalkan secara berkesinambungan sesuai syairnya:

Kalau ingin tahu diparak ganting
Lihatlah dari guguk pelana
Kalau ingin tahu dilemaknya emping
Kunyalah dahulu lama-lama


Agar Tuhan dengan kita harus di upayakan dengan amal yang sungguh-sungguh, sehingga lebih dekat dengan urat leher kita sendiri, seperti Fatwanya:

Payah-payah mencari bilah
Bilah ada di dalam buluh
Payah-payah mencari Allah
Allah sangat dekat dengan tubuh

Cintanya kepada Allah, Rasul dan Guru dikiaskannya dalam pantunnya :

Guruh petir menuba limbat
Pandan serumpun di seberang
Tujuh ratus carikan obat
Badan bertemu maka senang

Dendang dua dendang tiga
Pecah periuk pembuat rendang
Biar makan biar tidak
Asal duduk berpandangan

Baginya menguasai ilmu metafisik bukan tujuan, tdk ada artinya metafisik tanpa Allah, tujuannya adalah “ilahi anta makasudi waridhoka matlubi “ dan bagi orang yang beserta Allah tidak akan dapat dicederai dengan ilmu metafisik jenis apa pun, sesuai kias Beliau :

Pucuk sijali si jalintas
Pucuk sijali si jali muda
Dilangit tuan melintas
Kami dibalik itu pula

Segala derita diseluruh dimensi alam adalah masalah, dan segala masalah hanya dapat diatasi dengan dimensi yang dapat mengatasi masalah, Mengembalikan semua masalah pada dimensi absolute dengan teknik tertentu yaitu Allah SWT secara realita (bukan khayalita) membuat masalah akan selesai,denegan memberi hikmah kepada siapa saja yang terlibat dalam masalah tersebut, seperti petuah Beliau:

Padi pulut tiga tangkai
Dibawa orang indrapura
Dunia kusut akan selesai
Ujung dan pangkal telah bersua


Kisah Pendekar Muhammad Qessah

Muhammad Qessah adalah seorang pendekar ahli silat tak terkalahkah yang terkenal mulai dari Muara Sipongi di Sumatera Utara sampai ke Teluk Bayur di Sumatera Barat. Begitu hebatnya ilmu silat yang dimilikinya sehingga banyak orang berguru kepadanya terutama dari kalangan anak-anak muda di masa itu. Tidak kecuali pihak Belanda pun mengangkat Beliau sebagai pegawai untuk mengamankan daerah dan tentu saja tidak ada orang yang berani melawan Beliau. Beliau punya prinsip kalau kalah akan berguru tapi kalau menang orang yang kalah tersebut harus berguru kepada Beliau. Suatu hari tersiar kabar ada seorang Syekh Tarekat yang mempunyai ilmu tinggi yang tidak bisa terkalahkan juga dan murid-murid Muhammad Qessah yang semula berguru kepada Beliau berpindah berguru kepada Syekh Tarekat tersebut. Hal ini membuat Muhammad Qessah penasaran dan ingin sekali menantang Syekh Tarekat tersebut berkelahi, mengadu ilmu sesuai dengan prinsip Beliau kalau kalah akan berguru kepada orang yang bisa mengalahkan Beliau.
Beliau mengunjungi Syekh Tarekat tersebut dengan menunggang kuda. Ketika mau sampai ke rumah Tuan Syekh, Beliau berhenti ditepi sebuah telaga untuk beristirahat sejenak sambil mencuci muka dan memperbaiki letak penutup kepala Beliau dengan maksud ketika mengunjungi Tuan Syekh pakaian dan penampilan Beliau akan kelihatan rapi.
Ketika sampai di rumah Tuan Syekh yang tidak lain adalah seorang ulama Tasawuf terkenal didaerah Hutapungkut dan sekitarnya, Beliau bernama Syekh Sulaiman Hutapungkut, khalifah dari Saidi Syekh Sulamaiman Zuhdi di Jabal Qubais Mekkah, seperti sudah mengetahui kedatangan Muhammad Qessah, Syekh Sulaiman Hutapungkut menunggu di serambi rumah dengan hanya ditemani oleh istri Beliau.
“Assalamu’alaikum” kata Muhammad Qessah dengan suara lantang.
“Wa’alaikum salam” jawab Syekh Sulaiman Hutapungkut.
Muhammad Qessah dipersilahkan duduk dengan jarak lebih kurang 2 meter dari tempat duduk Syekh Sulaiman Hutapungkut, kemudian Syekh Sulaiman Hutapungkut bertanya, “Apa maksud kedatangan Tuan kemari?” dengan tanpa basa basi, Muhammad Qessah menjawab, “Saya ingin menantang Tuan Syekh mengadu ilmu!”
Syekh Sulaiman Hutapungkut dengan tenang menjawab, “Saya perhatikan, sorban tuan agak miring”.
“Ah tidak” Jawab Muhammad Qessah.
“Sebaiknya tuan bercermin dulu untuk memastikannya” Kata Syekh Sulaiman Hutapungkut. Kemudian Syekh Sulaiman Hutapungkut meminta istri Beliau untuk mengambil sebuah cermin dan kemudian cermin itu diberikan kepada Muhammad Qessah. Ketika Muhammad Qessah melihat cermin alangkah terkejutnya karena dicermin itu dilihat wajahnya penuh dengan coretan luka. Dalam hati Beliau berfikir kapan Tuan Syekh tersebut melukai mukanya padahal dari tadi Tuan Syekh tidak bergerak sedikitpun dari kursinya.
Kemudian Muhammad Qessah dengan penasaran bertanya, “Ilmu apakah ini Tuan Syekh?”
Syekh Sulaiman Hutapungkut menjawab, “Inilah ilmu antara diam dan gerak, ilmu sebelum berperang sudah menang”. Akhirnya Muhammad Qessah mengakui kehebatan dari Syekh Sulaiman Hutapungkut  dan berguru kepada Beliau. Syekh Sulaiman Hutapungkut hanya dengan sebuah cermin berhasil menundukkan seorang pendekar tak terkalahkan. 
Saidi Syekh Muhammad Hasyim al-Khalidi (1862-1952)
Singkat cerita, Muhammad Qessah ini kelak melanjutkan berguru ke Jabbal Qubais di Mekkah dan sempat memimpin suluk sentral seluruh dunia di sana selama 7 tahun berturun-turut. Muhammad Qessah adalah nama kecil dari Maulana Saidi Syekh Muhammad Hasyim al-Khalidi (Guru dari YM Ayahanda Guru).


Ibarat Sekuntum Bunga dari Taman Firdaus

Buku IBARAT SEKUNTUM BUNGA DARI TAMAN FIRDAUS diterbitkan YM Ayahanda Guru di Medan tanggal 17 Desember 1982
Buku tersebut berisi
  • Prakata
  • Komentar Singkat tentang Peramalan Thariqat Naqsyabandi
  • Catatan-Catatan
  • Riwayat dan Nama-Nama Guru-Guru YM Ayahanda Guru
  • Tentang Hal Mursyid
  • Syarat-syarat sebagai Mursyid
  • Tambahan Keterangan tentang Hal Mursyid dan Thariqat Naqsyabandi
  • Uraian Lanjutan tentang Hal Mursyid dan Thariqat
  • Catatan-Catatan

Buku Ibarat Sekuntum Bunga dari Taman Firdaus dapat dibaca secara utuh di link ini, atau tersedia juga berbentuk file berformat PDF editan Ir. Mukhlis Malik yang dapat didownload pada link ini.

Capita Selecta jilid III

Pada sampul buku tertulis judulnya Mutiara Al-Qur’an dalam: CAPITA SELECTA tentang Agama - Metaphysika - Ilmu Eksakta, tetapi buku ini biasa disebut dengan Buku CAPITA SELECTA jilid III. Buku ini diterbitkan pada tanggal 15 Februari 1985 disusun oleh Lembaga Ilmiah Metafisika Tasauf Islam (LIMTI) dimana YM Ayahanda Guru adalah chairman dari lembaga tersebut.

Pokok-pokok isi dari buku ini dapat digambarkan sebagai berikut:
  • Peringatan 3 (tiga) hal: pertama siapa saja yang layak membaca buku ini, dua peringatan tentang larangan mengamalkan isi buku ini tanpa waliyam mursyida, ketiga hanya kalangan tertentu yang dapat memberi penilaian buku ini.
  • Riwayat Singkat YM Ayahanda Guru
  • Kata pengantar
  • Daftar anggota dan motto Lembaga Ilmiah Metafisika Tasauf Islam (LIMTI)
  • Uraian yang berjudul “QUO VADIS ummat Manusia dengan Ilmu BEDAHNYA? QUO VADIS seluruh ummat Manusia dengan AGAMANYA?”
  • Uraian Ringkas Tentang Nurun Ala Nurin
  • Sekelumit Komentar tentang Tasauf & Sufi Berdampingan dengan Teknologi Modern
  • Sekelumit tentang Perbedaan Antara Ilmu Tasauf (Agama Islam dalam Ilmu Kerohaniannya) Dibanding dengan Aliran Kepercayaan Dunia Timur dan Barat (Termasuk Hypnotisme, Spiritisme, Telephatie, Somnambulisme, Telekinese, Mediumship dan lain-lain)
  • Penutup
  • Suppletoir I yang berisi dalil-dalil dzikrullah dan mursyid
  • Suppletoir II tentang penjelasan tentang wasilah
  • Penutup
  • Daftar pustaka

Isi lengkap dari Buku Capita Selekta jilid III dapat dibaca pada link ini